My Story ( Cerita
awal di Jingga )
Setelah 3 tahun dirumah dan anak – anak sudah mulai besar,
suamiku mengijinkan untuk bekerja kembali.
Awalnya aku cari pekerjaan yang tidak menyita waktu terlalu
lama, bisa disambi untuk mengasuh anak. Pilihanku menjadi staf di sekolahan,
sekolah apa saja dan jadi apa saja dengan pertimbangan aku sudah terbiasa
berhubungan dengan orang, tidak berbeda jauh dengan lembaga sekolahan. Beberapa
lamaran pekerjaan aku pos kesekolah – sekolah, tidak ada yang merespon mungkin
karena pengalam pekerjaanku yang bukan dari lembaga pendidikan.
Hingga suatu hari adik sepupuku membroadcast lowongan di
sekolah alam jingga.
Wah…alamatnya gak jauh dari rumah nich…pikirku waktu itu,
sekolah alam ? ini sekolah yang selama ini aku hanya melihat di tv-tv, dan ada
keinginan untuk menyekolahkan anakku ke sekolah alam, meskipun aku belum tau
betul apa itu sekolah alam. Setahuku sekolah alam itu tempat anak-anak sekolah
tapi anak-anak itu tidak terlihat tertekan. Mereka terlihat sangat senang. Aku
hanya ingin anakku juga seperti itu.
Mulai saya minta ijin suami untuk melamar kerja disana, dan
Alhamdulillah diijinkan.
Aku email lamaran,saat itu aku yakin dipanggil karena profil yang tercantum di web sekolah alam
jingga adalah Bapak Ari Maryadi. Dimana Beliau ada pembisnis, dengan latar
belakangku dari marketing mungkin menjadi daya tarik sendiri untuk Beliau.
Ternyata perkiraanku tidak salah, tidak
berselang lama dapat respon untuk ikut test masuk.
Pada waktu pertama mencari sekolah, kaget juga..kok lokasi
sekolahnya nyempil begini sih.. tapi begitu lihat sekolahannya meskipun
sederhana tidak ada perasaan negative, di benakku hanya sekolahan nya unik,
tidak seperti sekolah pada umumnya.
Peserta test lumayan banyak kurang lebih ada 20 orang, saya
mengikuti rangkaian test dengan perasaan senang, mencoba menekan perasaan grogi
karena ini merupakan salah satu kelemahanku yaitu grogi saat mengikuti test
atau ujian.
Kembali lagi ke test masuk, saat test tertulis selesai aku
mulai melihat-lihat dan bertanya – Tanya tentang sekolah. Maksudku sih untuk
anakku yang kecil. Aku bertanya tetang kurikulum, ijah anak, dll. Pertanyaan –
pertanyaan pada umumnya orang tua mencari sekolah.
Pada hari itu test tertulis sudah terlewati, kemuadian
beberapa hari kemudian dapat panggilan untuk wawancara. Saat menunggu wawancara
mulai berkenalan dengan peserta yang lain, satu persatu mereka di panggil, trus
saat keluar ruangan mereka mulai membicarakan apa yang di Tanya tadi di dalam.
Yang memuatku heran diantara mereka tidak ada yang di beri waktu untuk
bertanya, dan tidak ada pembicaraan mengenai gaji.
Tiba saatnya aku di panggil untuk wawancara, di dalam ada 2
orang guru dan 1 orang psikolog. Dan ternyata memang benar, aku tidak di beri
waktu untuk bertanya dan tidak ada pembicaraan mengenai gaji. Karena rasa
penasaranku, aku mulai minta waktu bertanya, “ Bolehkah saya bertanya ?” dan
dipersilahkan. Pertanyaanku “ Bagaimana system penggajian disini, apakah UMR,
atau hitungan jam, atau bagaimana?” Aku mendapatkan jawaban dengan pertanyaan
kembali “ Apakah ibu percaya kalau ada lembaga pendidikan, para pengajarnya
lulusan dari IPB, UI hanya mendapatkan Rp ...rb / bulan ?” dengan kaget aku
bilang “nggak percaya”, kemudian dijawab lagi “ itulah disini, menurut ibu apa
yang mereka cari ? “ aku jawab “ mungkin ilmu “, aku hanya sekenanya waktu itu
saat menjawab. Dan di jawab kembali “ itu salah satunya”.
Mulai banyak pertanyaan di benakku, “ memang segitu “.
Keluar dari ruangan mulai peserta lain bertanya – Tanya, aku cerita “ gajinya ... rb lho”. Ada yang bilang “ ah, gak apa-apa”. Waktu wawancara selesai.
Perasaan dan pertanyaan mulai berkecamuk. “Apa memang segitu
?”. Aku mulai bertanya –tanya ke teman-temanku yang menjadi guru, kebanyakan
mereka bilang” itu memang kecil tapi mungkin karena sekolahannya masih baru “.
Kakak iparku bilang “ Sama gaji pembantuku kok gedean pembatuku, jadi gurukan
tanggung jawabnya besar? Sedangkan pembantu gak sebesar itu “. Tapi ibu dan ibu
mertuaku bilang “ Gak apa – apa, yang penting kamu punya kegiatan dari pada
dirumah aja.”
Dan ternyata aku diterima. Aku tidak mau mengambil keputusan
yang nantinya membuat menyesal. Aku harus punya niat kuat kalau mau menerima
pekerjaan itu. Dari jawaban – jawaban orang – orang itu mulai aku rangkum,
mulai aku merenung apa yang aku cari, “ apakah uang atau apa ? “ pada akhirnya
aku punya tujuan, “ Aku hanya ingin anakku sekolah disini”. Dari keinginan yang sederhana itu aku menerima pekerjaan di
sekolah alam jingga.
Inilah awa aku di sekolah alam jingga. Dari 20 peserta test
yang masuk 7 orang yang mengikuti pelatihan. Awal masuk mulai dari perkenalan,
pembetukan struktur organisasi, peraturan dll. Aku ditunjuk menjadi leader, itu
pertama kalinya aku menjadi leader. Biasanya aku hanya sebagai bayangannya
saja, gak pernah di paling depan. Itu merupakan pembelajaran awal untkku.
Banyak materi – materi yang tadinya aku gak tau apa- apa membuat mataku melihat
ternyata banyak hal yang aku belum tahu . Ada satu kalimat dari Pak Ari yang masing sering terngiang – ngiang di benakku hingga kini “ Jika sudah
berani memulai sesuatu maka selesaikanlah “ .
Kembali lagi ke cerita pelatihan, saat pelatihan kita diberi
tantangan menangani 3 event, yang pertama open house jingga, jingga camp dan
opan house sarang lebah. Satu bulan berlalu, yang terjadi kita hanya diberi
uang pengganti transport. Peserta pelatihan mulai gelisah, mulai
bertanya-tanya. Saat itu pun aku mempunyai pertanyaan yang sama, tapi saat aku
renungkan apa yang sudah yayasan kaasih untuk kita tak sebanding dengan apa yg
sudah kita berikan. Kita belum member apa-apa, sedangkan pelatihan tersebut
memberi kita banyak ilmu. Pengganti transport tersebut lebih dari cukup.
2 bulan berlalu dengan pelatihan, saatnya kami memulai
magang. Aku ditempatkan di sekolah menengah, langsung menjadi wali kelas kelas
9. Pada saat itu mereka mulai drill untuk UN, tantangan baru untukku.
Bertahun-tahun tidak pernah belajar, langsung pegang kelas 9 untuk drill UN?
Apa yang harus aku lakukan ? Awal mula dengan cara mengenal mereka, mengajak
mereka berbicara tentang cita – cita mereka. Hanya ada 9 orang murid tapi
mempunya karakter yang berbeda – beda. Aku hanya 3 bulan bersama mereka. Saat
mereka lulus dan hasilnya pas-pas an, ada perasaan bersalah menyelimuti hatiku.
Aku sering bertanya – tanya sendiri “ Apakah aku yang salah dengan hasil mereka
seperti itu ?” “ Apakah aku kurang maximal memberi pembelajaran untuk mereka ?”
dan masih banyak pertanyaan – pertanyaan seperti itu. Dan entahlah sampai
sekarang aku belum menemukan jawaban yang pas.
Singkat cerita, banyak pembelajaran yang aku dapatkan di
sekolah alam jingga. Di sekolah ini bukan hanya murid atau anak – anak yang
belajar.
Di sekolah ini semua penghuninya belajar, tidak perduli
tempathnya dimana, siapa yang menjadi gurunya. Karena anak-anak pun bisa
menjadi gurunya.
Mulai terjawab pertanyaan di awal wawancara, “ itulah
disini, menurut ibu apa yang mereka cari ? “ saat itu aku hanya
menjawab sekenanya “ Mungkin ilmu “. Dan ternyata itu
benar. Ternya sebenarnya motivasi ku bergabung karena aku selalu ingin belajar tentang apapun. Bukan hanya sekedar ingin menyekolahkan anak saja. Tapi karena di sekolah ini punya banyak ilmu yang harus di pelajari setiap saat.
Banyak sekali ilmu yang aku pelajari disini, dan bukan hanya
itu kenyamanan, keberkahan mulai aku rasakan.
" Kalau sudah memulai, kerjakanlah sebaik - baiknya hingga selesai "
Ketika kejenuhan itu muncul kalimat itulah yang menguatkanku.
" Kalau sudah memulai, kerjakanlah sebaik - baiknya hingga selesai "
Ketika kejenuhan itu muncul kalimat itulah yang menguatkanku.