Senin, 23 Februari 2015

 My Story ( Cerita awal di Jingga )
Setelah 3 tahun dirumah dan anak – anak sudah mulai besar, suamiku mengijinkan untuk bekerja kembali.
Awalnya aku cari pekerjaan yang tidak menyita waktu terlalu lama, bisa disambi untuk mengasuh anak. Pilihanku menjadi staf di sekolahan, sekolah apa saja dan jadi apa saja dengan pertimbangan aku sudah terbiasa berhubungan dengan orang, tidak berbeda jauh dengan lembaga sekolahan. Beberapa lamaran pekerjaan aku pos kesekolah – sekolah, tidak ada yang merespon mungkin karena pengalam pekerjaanku yang bukan dari lembaga pendidikan.
Hingga suatu hari adik sepupuku membroadcast lowongan di sekolah alam jingga.
Wah…alamatnya gak jauh dari rumah nich…pikirku waktu itu, sekolah alam ? ini sekolah yang selama ini aku hanya melihat di tv-tv, dan ada keinginan untuk menyekolahkan anakku ke sekolah alam, meskipun aku belum tau betul apa itu sekolah alam. Setahuku sekolah alam itu tempat anak-anak sekolah tapi anak-anak itu tidak terlihat tertekan. Mereka terlihat sangat senang. Aku hanya ingin anakku juga seperti itu.
Mulai saya minta ijin suami untuk melamar kerja disana, dan Alhamdulillah diijinkan.
Aku email lamaran,saat itu aku yakin dipanggil karena  profil yang tercantum di web sekolah alam jingga adalah Bapak Ari Maryadi. Dimana Beliau ada pembisnis, dengan latar belakangku dari marketing mungkin menjadi daya tarik sendiri untuk Beliau. Ternyata perkiraanku tidak salah,  tidak berselang lama dapat respon untuk ikut test masuk.
Pada waktu pertama mencari sekolah, kaget juga..kok lokasi sekolahnya nyempil begini sih.. tapi begitu lihat sekolahannya meskipun sederhana tidak ada perasaan negative, di benakku hanya sekolahan nya unik, tidak seperti sekolah pada umumnya.
Peserta test lumayan banyak kurang lebih ada 20 orang, saya mengikuti rangkaian test dengan perasaan senang, mencoba menekan perasaan grogi karena ini merupakan salah satu kelemahanku yaitu grogi saat mengikuti test atau ujian.
Kembali lagi ke test masuk, saat test tertulis selesai aku mulai melihat-lihat dan bertanya – Tanya tentang sekolah. Maksudku sih untuk anakku yang kecil. Aku bertanya tetang kurikulum, ijah anak, dll. Pertanyaan – pertanyaan pada umumnya orang tua mencari sekolah.
Pada hari itu test tertulis sudah terlewati, kemuadian beberapa hari kemudian dapat panggilan untuk wawancara. Saat menunggu wawancara mulai berkenalan dengan peserta yang lain, satu persatu mereka di panggil, trus saat keluar ruangan mereka mulai membicarakan apa yang di Tanya tadi di dalam. Yang memuatku heran diantara mereka tidak ada yang di beri waktu untuk bertanya, dan tidak ada pembicaraan mengenai gaji.
Tiba saatnya aku di panggil untuk wawancara, di dalam ada 2 orang guru dan 1 orang psikolog. Dan ternyata memang benar, aku tidak di beri waktu untuk bertanya dan tidak ada pembicaraan mengenai gaji. Karena rasa penasaranku, aku mulai minta waktu bertanya, “ Bolehkah saya bertanya ?” dan dipersilahkan. Pertanyaanku “ Bagaimana system penggajian disini, apakah UMR, atau hitungan jam, atau bagaimana?” Aku mendapatkan jawaban dengan pertanyaan kembali “ Apakah ibu percaya kalau ada lembaga pendidikan, para pengajarnya lulusan dari IPB, UI hanya mendapatkan Rp ...rb / bulan ?” dengan kaget aku bilang “nggak percaya”, kemudian dijawab lagi “ itulah disini, menurut ibu apa yang mereka cari ? “ aku jawab “ mungkin ilmu “, aku hanya sekenanya waktu itu saat menjawab. Dan di jawab kembali “ itu salah satunya”.
Mulai banyak pertanyaan di benakku, “ memang segitu “. Keluar dari ruangan mulai peserta lain bertanya – Tanya, aku cerita “ gajinya ... rb lho”. Ada yang bilang “ ah, gak apa-apa”. Waktu wawancara selesai.
Perasaan dan pertanyaan mulai berkecamuk. “Apa memang segitu ?”. Aku mulai bertanya –tanya ke teman-temanku yang menjadi guru, kebanyakan mereka bilang” itu memang kecil tapi mungkin karena sekolahannya masih baru “. Kakak iparku bilang “ Sama gaji pembantuku kok gedean pembatuku, jadi gurukan tanggung jawabnya besar? Sedangkan pembantu gak sebesar itu “. Tapi ibu dan ibu mertuaku bilang “ Gak apa – apa, yang penting kamu punya kegiatan dari pada dirumah aja.”
Dan ternyata aku diterima. Aku tidak mau mengambil keputusan yang nantinya membuat menyesal. Aku harus punya niat kuat kalau mau menerima pekerjaan itu. Dari jawaban – jawaban orang – orang itu mulai aku rangkum, mulai aku merenung apa yang aku cari, “ apakah uang atau apa ? “ pada akhirnya aku punya tujuan, “ Aku hanya ingin anakku sekolah disini”. Dari keinginan yang sederhana itu aku menerima pekerjaan di sekolah alam jingga.
Inilah awa aku di sekolah alam jingga. Dari 20 peserta test yang masuk 7 orang yang mengikuti pelatihan. Awal masuk mulai dari perkenalan, pembetukan struktur organisasi, peraturan dll. Aku ditunjuk menjadi leader, itu pertama kalinya aku menjadi leader. Biasanya aku hanya sebagai bayangannya saja, gak pernah di paling depan. Itu merupakan pembelajaran awal untkku. Banyak materi – materi yang tadinya aku gak tau apa- apa membuat mataku melihat ternyata banyak hal yang aku belum tahu . Ada satu kalimat dari  Pak Ari  yang masing sering terngiang – ngiang di benakku hingga kini “ Jika sudah berani memulai sesuatu maka selesaikanlah “ .
Kembali lagi ke cerita pelatihan, saat pelatihan kita diberi tantangan menangani 3 event, yang pertama open house jingga, jingga camp dan opan house sarang lebah. Satu bulan berlalu, yang terjadi kita hanya diberi uang pengganti transport. Peserta pelatihan mulai gelisah, mulai bertanya-tanya. Saat itu pun aku mempunyai pertanyaan yang sama, tapi saat aku renungkan apa yang sudah yayasan kaasih untuk kita tak sebanding dengan apa yg sudah kita berikan. Kita belum member apa-apa, sedangkan pelatihan tersebut memberi kita banyak ilmu. Pengganti transport tersebut lebih dari cukup.
2 bulan berlalu dengan pelatihan, saatnya kami memulai magang. Aku ditempatkan di sekolah menengah, langsung menjadi wali kelas kelas 9. Pada saat itu mereka mulai drill untuk UN, tantangan baru untukku. Bertahun-tahun tidak pernah belajar, langsung pegang kelas 9 untuk drill UN? Apa yang harus aku lakukan ? Awal mula dengan cara mengenal mereka, mengajak mereka berbicara tentang cita – cita mereka. Hanya ada 9 orang murid tapi mempunya karakter yang berbeda – beda. Aku hanya 3 bulan bersama mereka. Saat mereka lulus dan hasilnya pas-pas an, ada perasaan bersalah menyelimuti hatiku. Aku sering bertanya – tanya sendiri “ Apakah aku yang salah dengan hasil mereka seperti itu ?” “ Apakah aku kurang maximal memberi pembelajaran untuk mereka ?” dan masih banyak pertanyaan – pertanyaan seperti itu. Dan entahlah sampai sekarang aku belum menemukan jawaban yang pas.
Singkat cerita, banyak pembelajaran yang aku dapatkan di sekolah alam jingga. Di sekolah ini bukan hanya murid atau anak – anak yang belajar.

Di sekolah ini semua penghuninya belajar, tidak perduli tempathnya dimana, siapa yang menjadi gurunya. Karena anak-anak pun bisa menjadi gurunya.
Mulai terjawab pertanyaan di awal wawancara, “ itulah disini, menurut ibu apa yang mereka cari ? “ saat itu aku hanya menjawab sekenanya “ Mungkin ilmu “. Dan ternyata itu benar. Ternya sebenarnya motivasi ku bergabung karena aku selalu ingin belajar tentang apapun. Bukan hanya sekedar ingin menyekolahkan anak saja. Tapi karena di sekolah ini punya banyak ilmu yang harus di pelajari setiap saat.

Banyak sekali ilmu yang aku pelajari disini, dan bukan hanya itu kenyamanan, keberkahan mulai aku rasakan.
" Kalau sudah memulai, kerjakanlah sebaik - baiknya hingga selesai "
Ketika kejenuhan itu muncul kalimat itulah yang menguatkanku.