Minggu, 26 April 2015

Sisi lain Bekasi

Saat ada pertanyaan mengenai Bekasi, apa yang ada di benakmu?
Panas, banyak mall, padat penduduknya itu yang ada dalam benak saya.
Kadang saya dan suami sering berputar mengelilingi bekasi untuk mencari pemandangan selain mall, saat menemukan tempatnya, sayang jalannya sering tidak bersahabat.

Suatu ketika ada perjalanan dengan anak - anak Sekolah Alam Jingga saat memperingati hari bumi, yaitu menanam mangrove di muara gembong. Muara Gembong itu masih masuk wilayah Bekasi lho...

Perjalanan yang cukup panjang dan penuh dengan goyangan kita lalui....(selalu menemukan jalan yang kurang bersahabat ). Sampai juga kita di kantor kecamatan Muara Gembong. Sepanjang jalan yang penuh goyang tadi, mata saya sudah dimanjakan dengan keindahan alam di sekitarnya...
Banyak pertanyaan di benak saya, banyak pohon - pohon yang melambai - lambai seolah memanggil- manggil...sungguh ingin sekali saya menghampirinya...hehehe...
Tidak ada pemukiman penduduk disana hanya beberapa terlihat pondok-pondok yang entah untuk tempat tinggal atau hanya untuk sekedar berjualan.
Tibalah di sebuah desa, jauh dari ngingar bingar suara kendaran. Saat saya tanya anak-anak apakah kalian mau tinggal di desa ini, jawaban mereka ini sih desa tertinggal bu...
Memang betul, desa yang tidak terjangkau oleh internet, yang bisa hanya satu provider itu pun timbul tenggelam. Anak - anak disana tidak bermain dengan gadget, mereka bermain dengan alam di sekitar mereka.
Bisa terbayang sekarang saat desa itu mengalami musibah banjir, banyak yang bilang bantuan tidak bisa sampai sana. Ternyata benar, bagaimana bisa masuk daerah itu dalam kondisi normal saja jalanannyaa penuh dengan liku-liku apalagi kalau sedang terkena banjir...
Bisa terbayang bagaimana kondi penduduk saat banjir itu tiba, kemana mereka ya??
Mereka tidak terekpose oleh media, kondisi normal saja sinyal timbul tenggelam apalagi pada waktu banjir..udah hanyut dalam banjir dech sinyalnya..
Kondisi seperti ini lebih memukau lagi saat perjalanan kita menuju kampung beting.
Kita menyusuri sungai Citarum dahulu sebelum masuk ke hilir untuk sampai kekampung Beting. , Kampung ini hanya bisa dilalui oleh motor, sepeda dan kapal ( bukan mobil ). Mata pencaharian penduduk disana rata - rata nelayan, dengan kondisi tempat tinggal mereka yang sederhana, dimana fasilitas umum mereka masih di emperan sungai ( dari mandi, mencuci baju, mencuci perabot rumah tanggal dan bermain ). Di hilir sungai itu kanan kiri masih di tumbuhi pohon - pohon liar, entah sengaja di tanam atau memang numbuh sendiri. Menurut informasi dari Bapak Nahkoda perahu semua tanaman itu tumbuh sendiri. Masih rindang.....ada satu pohon besar yang mempunyai buah dimana saya baru pertama kali melihat, namanya pohon pidada. Menurut informasi dari bapak nahkoda kapal juga buah itu rasa sedikit asem dan segar ( kalau sudah matang ) dan katanya sering di buat manisan pidada atau sirup pidada.
Kalau memang itu bisa di olah kenapa sepanjang jalan gak ada yang menjual olahan buah pidada itu ya?
Sayang sekali kearifan lokal daerah itu tidak bisa di kelola dengan baik.
Kembali lagi ke perjalanan kampung beting, saat kami diatas kapal, warga sekitar melihat kita seakan - akan kita itu turis yang sedang terkagum - kagum dengan daerah itu.
Hehehehe....jadi senyum - senyum sendiri..diadaerah sendiri seperti turis..seolah - olah daerah itu bukan Bekasi..padahal kita masih satu wilayah.
Pada waktu perjalanan itu kondisi sungai masih belum surut, masih jam 11.00. Jadi perjalanan lancar, dan karena perjalanannya tidak melawan arus.
Sampailah kita di kampung beting tempat kita mau menanam pohon mangrove.
Cerita saat menanam pohon mangrove, awalnya kita hanya berfikir kalau hanya menanam di pinggiran pantai ( yang namanya pinggir biasanya airnya hanya selutut ) tapi ternyata kta harus masuk rawa - rawa yang berlumpur sampai sepinggang. Jalan didalam air saja udah berat apalagi air berlumpur. Perjuangan itulah yang harus ditularkan keanak - anak, saat kita mau menanam kebaikan pasti membutuhkan perjuangan.
Tapi mereka bahagia, mereka menikmati setiap langkah mereka. Perjuangan mereka terlihat indah.
Perjalanan kita belum selesai sampai di situ, kita menuju tempat lutung jawa.
Perjalanan pulang dari kampung Beting melalui hilir sungai yang tadi pada waktu itu sekitar pukul 14.00 dan ternyata kata bapak nahkoda kapal air sungai mulai surut. Awalnya gak kepikiran apa - apa tentang air sungai surut, ternyata bukan hanya surut tapi juga melawan arus.
Nah...apa yang terjadi ?? Penahu berkali - kali berhenti karena baling - balingnya tersangkut sampah, kalau perahu itu bisa berteriak mungkin dia akan berteriak minta tolong.." Tolong....berat sekali ". Bahkan baling - baling nya pun sampai patah..
Bapak nahkoda itu memang hebat, berkali - kali dia turun ke sungai untuk mengambil sampah yang menyangkut pada baling - baling. Hingga akhirnya kita sampai di hulu sungai citarum. Huh....lega sekali rasanya..ibaratnya saat kita naik mobil jalanan macet trus kita ketemu jalan yang lancar..legaaaaa..
Sampailah kita didaerah yang masih ditempati oleh monyet, dan lutung jawa. Lokasinya di pinggir laut, diujung hulu sungai citarum.
Lokasi itu luasnya kurang lebih sekitar 2 hektar, masih dibiarkan alami. Didalamnya masih terdapat lutung jawa dan monyet yang menurut informasi dari pawang lutung kurang lebih ada 65 ekor.
Saat pengunjung melempar makanan yang banyak keluar hanya monyet, menurut informasi dari bapak - bapak yang biasa "angon " kambing disitu, si lutung biasanya keluar pukul 16.30 padahal si Bapak itu gak pakai jam lho..
Setelah berputar mengitari lokasi lutung akhirnya kita tidak melihat lutung..yach...agak kecewa tapi gak apa apa terobati melihat monyet yang mengikuti kita sampai keperahu...
Tidak jauh dari lokasi itu ternyata di seberang lokasi lutung tadi ada hutan yang masih di tempati lutung juga. Dan ternyata si bapak "angon" kambing itu benar, si lutung keluar pukul 16.30 diseberang lokasi yang tadi. Kita melihat dari atas kapal lutung yang sedang bermain - main diatas pohon.
Oh......pemandangan yang langka, ini masih di Bekasi lho....

Dari rangkaian perjalanan tersebut banyak yang bisa kita pelajari, saat kita ingin menanam kebaikan membutuhkan perjuangan, saat perjuangan kita melawan arus kita harus mengeluarkan tenaga yang lebih kuat lagi dan jangan putus asa, ternyata desa yang jauh dari kata modern itu lebih terlihat indah, lebih menyatu dengan alam dan lingkungannya. Jangan sampai modernisasi itu merusak hubungan kita dengan alam.
Dan berandai -andai saya.." Seandainya kita bisa membuat paket wisata bahari di daerah Muara Gembong, mungkin kita bisa membatu ekonomi sosial didaerah itu. Mereka bisa mengeksplore kearifan lokal mereka, dari pemandangan, olahan makanan dari buah pidada sebagai oleh-oleh, bisa ada penginapan untuk turis - turis luar kota, rumah makan hasil sungai aduh masih banyak lagi "

Sedangkan wilayah Bekasi yang sudah tersentuh modern, bingung kalau ditanya kearifan lokal kita apa ?..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar